Bhineka untuk kita, dengan kita dan oleh kita

Bima Kurniawan
Akademisi Universitas Trunojoyo Madura
Ketua Dewan Kehormatan Ikatan Guru Tunanetra Inklusif (IGTI)

Pada tahun ini, kita sekali lagi, untuk kesekian kali memperingati Hari Disabilitas Internasional (HDI) 2023, sebuah peristiwa heroik memperjuangkan kesetaraan dan keadilan yang telah diakui sejak pertama kali ditetapkan pada tahun 1992 oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Sejak saat itu, negara anggota berlomba-lomba dalam memperbaiki inklusivitas di wilayah kedaulatan masing-masing. Peringatan HDI, seyogyanya tidak hanya mengenang sejarahnya, tetapi juga menyoroti capaian dan tantangan yang masih dihadapi dalam menciptakan masyarakat yang lebih inklusif di Indonesia.
Dengan mengusung tema “United in action to rescue and achieve the SDGs for, with, and by persons with disabilities” (“Bersatu dalam aksi untuk menyelamatkan dan mencapai SDGs untuk, dengan, dan oleh penyandang disabilitas”), fokus utama peringatan ini adalah pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/ SDGs), yang menjadi aspirasi bersama seluruh masyarakat global. Tema ini secara jelas menekankan pada konsep “menyelamatkan” dan mencapai bersama” tujuan pembangunan berkelanjutan dengan memberikan dorongan untuk melibatkan secara aktif dan kolaboratif penyandang disabilitas dalam proses pencapaian tujuan tersebut.
Baca juga berita liputan 6 Fokus utama peringatan HDI 2023
Pemilihan kata for (untuk), with (dengan) dan by (oleh) merupakan refleksi “proses demokrasi” bersama” dalam upaya mencapai SDGs, dengan memastikan partisipasi penuh penyandang disabilitas dalam perjalanan menuju pembangunan berkelanjutan. For (untuk) Penyandang Disabilitas berarti upaya mencapai SDGs menekankan perlunya memastikan bahwa kebijakan dan program pembangunan dirancang dengan memperhatikan kebutuhan dan hak penyandang disabilitas. Tindakan ini harus memastikan bahwa seluruh sektor pembangunan dapat dinikmati pula oleh penyandang disabilitas. with (dengan) Penyandang Disabilitas bermakna partisipasi aktif penyandang disabilitas dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pengevaluasian program pembangunan adalah kunci krusial yang sangat ditekankan. Tindakan ini harus mencerminkan secara pasti keterlibatan pengalaman dan pandangan penyandang disabilitas dalam setiap kebijakan. By (oleh) Penyandang Disabilitas merupakan wujud keharusan pemberdayaan penyandang disabilitas untuk menjadi agen perubahan dalam mencapai SDGs. Tindakan ini harus mencerminkan pemberian kesempatan kepada penyandang disabilitas untuk berkontribusi secara langsung dalam proses pembangunan dan pengambilan keputusan.
Penguatan penyandang disabilitas, baik dalam konteks “untuk,” “dengan,” maupun “oleh,” menawarkan potensi besar dalam melawan perilaku diskriminatif yang dapat merugikan mereka secara signifikan. Tindakan diskriminatif ini secara jelas melibatkan pelanggaran terhadap hak asasi penyandang disabilitas, yang dapat berakibat pada peniadaan, pembatasan, perampasan, pengucilan, dan pelecehan hak-hak yang tercantum dalam kerangka Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Baca juga berita liputan 6 Diskriminasi masih ganggu hak para difabel di berbagai sektor
Dalam pembangunan berkelanjutan yang terdiri dari 17 komponen penting : (1) Tanpa Kemiskinan; (2) Tanpa Kelaparan; (3) Kehidupan Sehat dan Sejahtera; (4) Pendidikan Berkualitas; (5) Kesetaraan Gender; (6) Air Bersih dan Sanitasi Layak; (7) Energi Bersih dan Terjangkau; (8) Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi; (9) Industri, Inovasi dan Infrastruktur; (10) Berkurangnya Kesenjangan; (11) Kota dan Permukiman yang Berkelanjutan; (12) Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab; (13) Penanganan Perubahan Iklim; (14) Ekosistem Lautan; (15) Ekosistem Daratan; (16) Perdamaian, Keadilan dan Kelembagaan yang Tangguh; dan (17) Kemitraan untuk Mencapai Tujuan, penguatan penyandang disabilitas bukan hanya sekadar langkah moral dan etis, tetapi juga strategis untuk mencapai, menikmati dan memperjuangkan tujuan tersebut secara menyeluruh. Negara harus berperan aktif dalam memastikan bahwa upaya mencapai tujuan pembangunan tidak hanya merugikan kelompok minoritas ini, tetapi juga menciptakan lingkungan yang adil, setara dan berkelanjutan untuk semua tanpa terkecuali. Dengan membuka ruang seluas-luasnya bagi penyandang disabilitas dalam berkolaborasi dan berpartisipasi dalam menggapai tujuan pembangunan, dapat diharapkan terciptanya masyarakat yang lebih inklusif dan berkeadilan.
Dalam pandangan saya, dari tujuh belas tujuan pembangunan berkelanjutan, terdapat lima tujuan yang menonjol sebagai prioritas untuk penyandang disabilitas saat ini, yakni 1) Tanpa Kemiskinan; (2) Tanpa Kelaparan; (3) Kehidupan Sehat dan Sejahtera; (4) Pendidikan Berkualitas; dan (8) Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi. Konsep kelima tujuan ini, sebagaimana dijelaskan dalam sumber yang saya kutip dari sdgs.bappenas.go.id, memberikan gambaran komprehensif terkait dengan upaya mencapai pembangunan berkelanjutan. Misalnya, dalam mencapai Tanpa Kemiskinan, fokus tidak hanya pada dimensi pendapatan, tetapi juga melibatkan elemen kerentanan dan kerawanan masyarakat terhadap kemiskinan, serta pemberdayaan dan perlakuan adil kepada seluruh warga masyarakat. Begitu juga, Tanpa Kelaparan melibatkan usaha untuk mengatasi berbagai penyebab kelaparan, termasuk kemiskinan, ketidakstabilan sistem pemerintahan, penggunaan lingkungan yang berlebihan, dan ketidaksetaraan di kalangan kelompok rentan seperti anak-anak, wanita, lansia dan penyandang disabilitas. Selanjutnya, tujuan Kehidupan Sehat dan Sejahtera mendorong untuk memastikan kehidupan yang sehat bagi semua usia, sementara Pendidikan Berkualitas fokus pada peningkatan akses dan kualitas pendidikan yang inklusif dan merata, serta memberikan kesempatan belajar sepanjang hayat untuk semua individu. Terakhir, tujuan Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi berupaya untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, menyediakan kesempatan kerja yang produktif dan menyeluruh, dan menjamin adanya pekerjaan yang layak bagi semua.
Melalui penekanan pada kelima prioritas tujuan ini, dapat diidentifikasi bahwa tujuan pembangunan berkelanjutan yang sangat krusial bagi penyandang disabilitas dapat berfokus pada sektor ekonomi, kesehatan, kesejahteraan sosial dan pendidikan. Tantangan yang muncul dari sektor tersebut adalah masih maraknya perilaku diskriminatif yang ditujukan kepada penyandang disabilitas. Perilaku diskriminatif ini memainkan peran yang sangat signifikan dalam membatasi atau bahkan menghilangkan hak-hak penyandang disabilitas dalam sektor-sektor tersebut. Berdasarkan informasi dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada pertengahan tahun 2022, total penduduk Indonesia mencapai 275,77 juta jiwa, dengan sekitar 22,97 juta jiwa atau sekitar 8,5% dari total tersebut merupakan penyandang disabilitas. Dalam sektor pekerjaan, jumlah penyandang disabilitas yang dilibatkan dalam lapangan kerja baru mencapai sekitar 780 ribu orang, atau sekitar 0,23% dari total angkatan kerja. Data statistik juga menunjukkan bahwa persentase anak penyandang disabilitas usia sekolah, khususnya di rentang usia 5-19 tahun, sekitar 3,3% dari jumlah penduduk usia sekolah tersebut, yaitu sekitar 66,6 juta jiwa, yang setara dengan sekitar 2.197.833 jiwa. Meskipun demikian, data dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) per Agustus 2021 menunjukkan bahwa jumlah peserta didik penyandang disabilitas yang mengikuti pendidikan formal, baik di Sekolah Luar Biasa (SLB) maupun jalur inklusif, hanya mencapai 269.398 anak, yang setara dengan 12,26% dari total peserta didik disabilitas yang seharusnya mendapatkan layanan pendidikan. Artinya, angka ini menunjukkan bahwa proporsi penyandang disabilitas yang menerima pendidikan formal masih terbilang sangat rendah dibandingkan dengan jumlah yang seharusnya dilayani.
Tantangan berikutnya dapat dianalisis melalui KEPUTUSAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA Nomor 815 TAHUN 2023 mengenai HASIL MONEV sarana dan prasarana RAMAH KELOMPOK RENTAN TAHUN 2023. Keputusan tersebut menekankan kewajiban bagi setiap penyelenggara pelayanan publik untuk memberikan perlakuan khusus kepada kelompok rentan dengan menyediakan sarana dan prasarana yang sesuai pada unit pelayanan publik. Tujuan dari keputusan ini adalah untuk mendorong peningkatan kualitas pelayanan publik, terutama dalam penyediaan fasilitas yang ramah terhadap kelompok rentan. Sayangnya, hasil pemantauan dan penilaian menunjukkan bahwa realisasi dari kebijakan tersebut masih sangat jauh dari harapan. Lembaga penyelenggara di sektor kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan kesejahteraan sosial masih belum optimal dalam hal akomodasi dan aksesibilitas. Hal ini menjadi perhatian, mengingat bahwa sudah tujuh tahun sejak Undang-Undang tentang penyandang disabilitas disahkan, telah memberikan waktu yang cukup panjang untuk melakukan perbaikan dan peningkatan yang signifikan ruang pelayanan publik yang ramah untuk semua.
Kembali kita harus mengingat dan merujuk kerangka formil, untuk memperkuat hak-hak penyandang disabilitas dalam berbagai sektor pembangunan berkelanjutan dan mencegah timbulnya perilaku diskriminatif yang berpotensi merugikan mereka, pelaksanaan, pemberian, dan penikmatan hak-hak tersebut telah diatur secara tegas oleh Undang-Undang No. 8 Tahun 2016. Dalam sektor pendidikan, Pasal 10 menegaskan hak pendidikan bagi penyandang disabilitas, yang mencakup hak mendapatkan pendidikan bermutu pada berbagai jenis, jalur, dan jenjang pendidikan secara inklusif dan khusus, memiliki kesamaan kesempatan untuk menjadi pendidik atau tenaga kependidikan, serta kesempatan sebagai penyelenggara pendidikan bermutu di berbagai jenis, jalur, dan jenjang pendidikan. Selain itu, Pasal ini juga menegaskan hak mendapatkan akomodasi yang layak bagi peserta didik disabilitas. Di sektor pekerjaan, Pasal 11 merinci hak-hak penyandang disabilitas, termasuk hak memperoleh pekerjaan tanpa diskriminasi dari pihak pemerintah, pemerintah daerah, atau sektor swasta. Hak yang dijamin melibatkan upah setara dengan tenaga kerja non-disabilitas, akomodasi yang layak di lingkungan kerja, perlindungan dari pemutusan hubungan kerja berdasarkan alasan disabilitas, serta akses kepada program kembali bekerja dan penempatan kerja yang adil dan proporsional. Hak lainnya mencakup peluang untuk pengembangan karier, kemungkinan untuk memajukan usaha sendiri, serta keterlibatan dalam kegiatan wirausaha, pengembangan koperasi, dan pendirian usaha pribadi.
Dalam sektor kesehatan, Pasal 12 telah mengatur sejumlah hak yang mendalam untuk kesehatan penyandang disabilitas. Pasal ini merangkum hak untuk memperoleh informasi dan komunikasi yang mudah diakses dalam konteks pelayanan kesehatan, serta hak atas kesetaraan dan akses yang sama terhadap sumber daya kesehatan. Hak-hak ini juga mencakup kewajiban pemerintah dalam memberikan layanan kesehatan yang aman, berkualitas, dan terjangkau, serta memberikan otonomi dan tanggung jawab bagi penyandang disabilitas dalam menentukan jenis layanan kesehatan yang dibutuhkan. Lebih lanjut, Pasal ini juga mengamanatkan pemberian hak atas Alat Bantu Kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing individu, obat-obatan berkualitas dengan efek samping yang rendah, dan perlindungan terhadap percobaan medis serta partisipasi dalam penelitian dan pengembangan kesehatan yang melibatkan manusia sebagai subjek. Dalam sektor kesejahteraan sosial, Pasal 17 menetapkan hak penyandang disabilitas yang mencakup rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial. Secara keseluruhan, peraturan ini membuktikan komitmen Negara untuk memastikan bahwa hak-hak pendidikan, pekerjaan, kesehatan dan kesejahteraan sosial penyandang disabilitas dijamin dan diakui sebagai bagian integral dari upaya mencapai pembangunan berkelanjutan dalam mewujudkan langkah konkret dalam menciptakan lingkungan yang inklusif : adil dan setara.
Namun demikian, diperlukan pemikiran dan perilaku strategis guna mengatasi kompleksitas tantangan yang terjadi di Negara ini. Indonesia telah memiliki kerangka formil yang cukup memadai untuk melindungi, menghormati dan menghargai penyandang disabilitas. Meski demikian, realitas di lapangan menunjukkan bahwa masih terdapat sejumlah tantangan yang memerlukan solusi konkret terbaik. Salah satu strategi yang dapat diimplementasikan untuk menghadapi tantangan krusial, khususnya dalam sektor penanggulangan kemiskinan, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan kesejahteraan sosial, adalah dengan memberikan akses pendidikan yang berkualitas sama baiknya kepada penyandang disabilitas sebagaimana yang diterima oleh peserta didik tanpa disabilitas.
Menurut pandangan saya, hubungan yang tak terpisahkan antara sektor pendidikan, pekerjaan, dan ekonomi menjadi landasan utama dalam mengatasi tantangan kemiskinan. Pendidikan inklusif sepanjang hayat dianggap sebagai kunci untuk membuka peluang yang lebih besar bagi penyandang disabilitas, karena memungkinkan mereka meningkatkan keterampilan dan pengetahuan yang relevan di sektor pekerjaan. Secara bertahap, dampak kemiskinan dapat diatasi melalui pendidikan untuk semua tanpa terkecuali. Pendidikan dianggap sebagai investasi krusial dalam membentuk sumber daya manusia yang berkualitas. Dengan meningkatkan kapasitas intelektual, sosial, emosional dan spritual serta peningkatan keterampilan, penyandang disabilitas menjadi lebih siap menghadapi tantangan global dengan berkontribusi pada pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Pendidikan memberikan beragam peluang untuk meningkatkan keterampilan literasi, numerasi, dan keterampilan teknis yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja. Hal ini tidak hanya meningkatkan produktivitas tenaga kerja penyandang disabilitas, tetapi juga memberikan keunggulan dalam kompetisi di pasar global. Dengan memberikan modal dasar berupa pengetahuan dan keterampilan, pendidikan menghubungkan akses penyandang disabilitas ke pekerjaan yang lebih baik atau merangsang inovasi dan kewirausahaan.
Pendidikan berkualitas dianggap mampu meningkatkan kesejahteraan manusia karena memutus siklus kemiskinan dari generasi ke generasi. Dengan memberikan akses pendidikan secara inklusif, tercipta peluang bagi penyandang disabilitas untuk memperoleh pekerjaan atau menciptakan lapangan pekerjaan yang lebih baik. Pendidikan juga dianggap sebagai alat untuk meratakan peluang dengan memberikan akses setara terhadap pengetahuan dan keterampilan, sehingga dapat membantu mengurangi disparitas sosial dengan memberikan kesempatan kepada mereka yang sebelumnya terpinggirkan. Pendidikan tidak hanya berfungsi sebagai sarana untuk meningkatkan kapabilitas individu, tetapi juga sebagai motor penggerak perubahan sosial dan ekonomi yang lebih inklusif.
Secara keseluruhan, penting untuk memberikan apresiasi kepada pemerintah tidak hanya sebatas pada pengesahan kerangka formil, namun juga pada implementasinya dalam situasi nyata di lapangan. Melalui KEPUTUSAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 815 TAHUN 2023, diharapkan bahwa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi serta Dinas Pendidikan di 38 Provinsi, 416 Kabupaten, dan 98 Kota dapat mendasarkan upaya peningkatan pendidikan inklusif pada PERMENDIKBUD 48 tahun 2023, Sehingga harapan pada tahun 2024, layanan pendidikan, baik pada tingkat dasar, menengah, maupun tinggi, akan semakin inklusif. Semoga tulisan ini dapat memberikan dampak positif yang signifikan dalam meningkatkan aksesibilitas dan akomodasi dalam sektor pendidikan di negara kita tercinta, Indonesia. Selamat Hari Disabilitas 2023, karena Indonesia tidak hanya untuk kita, tetapi juga dengan kita dan oleh kita. Dalam semangat keberagaman, Indonesia untuk semua, karena bhineka adalah kekuatan kita.
United in action#to rescue# to achieve# the SDGs# for, with, and by# persons with disabilities;#Bersatu dalam aksi# untuk menyelamatkan# untuk mencapai# SDGs# untuk, dengan, dan oleh# penyandang disabilitas; #Bhineka# untuk kita# dengan kita# oleh kita
Referensi
Alifah, S. (2021). Peningkatan Kualitas Pendidikan di Indonesia untuk Mengejar Ketertinggalan dari Negara Lain. CERMIN: Jurnal Penelitian, 5 (1), 113–123.
Darman, R. A. (2017). Mempersiapkan Generasi Emas Indonesia Tahun 2045 Melalui Pendidikan Berkualitas. Jurnal Edik Informatika, 3 (2), 73–87.
Safitri, A. Oktavia . (2022). Upaya peningkatan pendidikan berkualitas di Indonesia: Analisis pencapaian sustainable development goals. Jurnal BasiceduVol; 6 (4) https://doi.org/10.31004/basicedu.v6i4.3296
Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas
KEPUTUSAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA Nomor 815 TAHUN 2023 tentang HASIL MONEV sarana dan prasarana RAMAH KELOMPOK RENTAN TAHUN 2023
Tujuan pembangunan berkelanjutan https://sdgs.bappenas.go.id/sekilas-sdgs/
Jumlah penyandang disabilitas di Indonesia https://www.kemenkopmk.go.id/pemerintah-penuhi-hak-penyandang-disabilitas-di-indonesia
Presentasi angkatan kerja disabilitas dalam Cerita Wakil Menteri Kominfo Nezar Patria Diajar Dosen Disabilitas https://www.liputan6.com/disabilitas/read/5461249/cerita-wakil-menteri-kominfo-nezar-patria-diajar-dosen-disabilitas-saat-kuliah-di-itb?page=4
Jumlah penduduk Indonesia https://indonesia.go.id/mediapublik/detail/1953
Jumlah penyandang disabilitas usia sekolah dalam pemerintah wajib penuhi pendidikan inklusif https://www.kemenkopmk.go.id/pemerintah-wajib-penuhi-hak-pendidikan-inklusif-bagi-penyandang-disabilitas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *